Skip to main content

Indonesia si Macan Asia yang Tak Berdaya



Indonesia adalah Macan Asia stidaknya julukan ini sempat terlontar saat jaman Orde Baru lalu, ungkapan seolah yang menunjukan berapa penting dan besarnya Indonesia masa itu dengan pembangunannya, kebebesan mungkin sedikit terkekang kala itu, tapi setidaknya dunia mengakui Indonesia sebagai Macan.

Sekarang apa kabar? Dunia menyebut Indonesia sebagai Negara yang mempunyai potensi untuk menjadi salah satu pusat ekonomi dunia, sejajar dengan Cina dan India, tapi hanya berpotensi, sekali lagi hanya berpotensi.  Sebuah potensi yang entah kapan akan menjadi nyata.

Indonesia itu Macan Asia, julukan yang pantas jika kita tengok dari segi kekayaan Alam, Hampir disetiap Penjuru Indonesia mempunyai sumber daya yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber penghasilan mulai dari Sumber Daya Alam yang bisa diperbaharui hingga sumber daya alam yang tak bisa diperbaharui, mulai dari sumber daya pertanian hingga sumber daya di sektor pertambangan. Mari tengok Brunei Darusalam Negara kecil yang hidup dengan pertambangan migasnya mereka bisa hidup dengan Sumber Daya yang mereka miliki, bahkan mereka mampu menjadi salah satu Negara kaya di dunia dengan tanpa harus bergantung dengan Negara lain.

Indonesia? Entahlah.

Orang-orang pesimis mengatakan jangan membandingkan Brunei dengan Indonesia, Brunei itu kecil Indonesia sangat luas. Kalo saya bilang masalahnya bukan di luas Negara, kenapa bukan, coba cek dari sabang sampai marauke adakah satu daerah yang tak mempunyai sumber daya untuk maju? Cek pulau Sumatra ada berapa tambang yang ada di sana, kemudain cek Kalimantan, terus Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Papua, hampir tidak ada gugusan pulau yang tidak memiliki sumber daya alam. Apa kabar Indonesia jika masing-masing Sumber Daya yang ada dikelola untuk kemajuan daerah itu masing-masing.
Masalahnya bukan diluasnya, masalahnya ada di manusianya. Masalah yang menjadikan Indonesia menjadi Macan yang seolah kritis dan terkurung oleh kandang yang seolah sperti penjara.
Indoesia si Macan Asia yang tak berdaya.
Ada banyak alasan yang membuat saya beropini melalui tulisan ini sehingga berani menyebut Indonesia sebagai Negara besar yang kritis atau si Macan Asia yang tak berdaya.
Tulisan ini seyogyanya muncul karena kegeraman saya melihat beberapa penyakit Indonesia yang saya sendiri merasakan, mendengar, melihat, bahkan bersinggungan langsung dengan keseharian saya.

Kita mulai dari Pendidikan Indonesia, baru-baru ini kita mendengar seorang  guru seni meninggal ditangan muridnya kondisi yang menggambarkan betapa merosotnya dunia pendidikan Indonesia, HAM yang katanya produk terbaik dari luar negeri seolah menjadi obat yang menjadi sumber penyakit bagi tubuh negeri ini bukan solusi atas masalah yang mungkin dulu belum tersembuhkan. Itu hanya salah satu bukti betapa keritisnya dunia pendidikan di negeri ini, karena masih banyak masalah yang menggrogoti dunia pendidikan Indonesia, mari tengok kondisi di sebuah daerah di salah satu sudut Indonesia, tak perlu saya sebut daerah itu dimana yang pasti saya yakin setiap orang yang membaca tulisan saya ini membenarkan apa kondisi yang yang saya ceritakan, realita yang seolah menjadi rahasia umum, realita dalam tulisan ini berani saya tulis karena saya mempunyai bukti dan fakta, salah satu diantaranya informasi yang berasal dari beberapa pelaku pendidikan itu sendiri.
Realita di sudut Indonesia ini merupakan sumber penyakit lainnya bagi tubuh negeri ini, realita ketika menciptakan generasi terbaik bangsa bukan lagi jadi tujuan utama mayoritas sekolah di Sudut Indonesia ini. Mereka yang mengatas namakan diri mereka Sekolah mulai dari tingkat dasar hingga universitas menjadikan uang dan kekayaan sebagai tujuan utama mendirikan sekolah, berlomba-lomba mencari siswa demi nominal besar yang ditawarkan oleh majikan manja negeri ini.

Ketika jumlah siswa menjadi tolak ukur jumlah uang yang diterima dari sang majikan maka jumlah siswa menjadi tujuan utama yang harus dikejar dan dipertahankan. Mereka tak peduli dengan tingkah siswa, mau jadi apa siswa bukan urusan buat mereka, siswa laki-laki yang beranting, yang berambut bewarna, bahkan siswa tak masuk sekolahpun mereka tak peduli, yang penting buat mereka LAPORAN JUMLAH SISWA kepada sang majikan itu BANYAK. Demi laporan, saat Pahlawan Tanpa Jasa Negeri ini mencoba mendidik siswa dengan semestinya kepada siswanya yang berperilaku tak seharusnya, mereka berkata “ANDA TAHU PILIHANYA” sebuah kode yang mengisyaratkan bahwa “BIARKAN SAJA, JIKA ANDA TIDAK SUKA SILAHKAN KELUAR DARI  LINGKUNGAN INI” . Siswa adalah Raja, HAM dan UANG seolah jadi panglimanya yang begitu sulit dikalahkan.

Masihkah kita berharap akan tercipta generasi terbaik buat negeri yang sakit ini jika mereka yang mengatas namakan diri SEKOLAH menjadikan  UANG sebagai tujuan? Terlebih jika SANG MANJIKAN MANJA NEGERI INI seolah tak peduli dan berkata “SING PENTING SAYA SUDAH MEMBERIKAN UANG UNTUK MEREKA, *toh saya dapat persenan”.
Penyakit Sang Macan Asia cukup sampai disana kah? Tidak, tentu masih banyak penyakit lainnya.
Saya ingin berselancar lebih jauh dalam tulisan protes ini, diantara banyak lainnya penyakit Sang Macan Asia yang Tak Berdaya adalah PUNGLI. Pungli seolah menjadi penyakit turunan yang begitu kronis, mulai dari Pemerintah tingkat pusat hingga tingkat kampung, mulai dari masyarakat konglomerat hingga yang hampir melarat, tak adil rasanya jika saya hanya bercerita tentang MAJIKAN MANJA NEGERI INI yang seolah tak mau susah dengan penyakit negeri ini, kan yang penting “KERJA, KERJA, KERJA” katanya, sang majikan mah tinggal duduk manja dan berkata “KALAU DUIT HABIS TINGGAL CABUT SUBSIDI ATAU TIDAK NGUTANG SAJA -yang bayar bukan saya-“.

Indonesia punya banyak uang untuk masyarakat, bantuan pemerintah seolah datang dari sana sini, bantuan modal usaha, bantuan sosial, bantuan ternak, bantuan ini itu. Akan tetapi ini menjadi penyakit ketika sang penerima bantuan seolah tak tau fungsi dan cara mengolah bantuan tersebut, Masyarakat dan praktik pungli seolah menjadi penyakit lain yang menggrogoti tubuh sang macan. Sama halnya dengan dengan BOS pemerintah mengucurkan dana begitu besar tujuannya tentu sebagai suplemen penguat bagi dunia pendidikan, akan tetapi pengawasan, aturan pakai, dan pemakaian yang kadang disalah gunakan membuat justru menjadi sumber penyakit baru bagi Indonesia sang Macan Asia yang tak berdaya.

Mereka yang mengatasnamakan orang yang punya jalan di tubuh majikan, menawarkan bantuan ibarat menjajakan jualan “SIAPA BERANI MEMBERIKAN PERSENAN BESAR, DIA YANG DAPAT”, alasan ini kadang membuat masyarakat dengan enteng berkata “YANG PENTING DANANYA CAIR, UANG MASYARAKAT INI, KALO TIDAK BEGINI CARANYA KITA TIDAK BAKAL DAPAT BAGIAN” Tak peduli caranya sperti apa. Kemudian mereka tak peduli apakah bantuan itu dibagi ke keluarga, teman dekat sehingga tak jarang dana bantuan diperuntukan untuk membayar hutang.  

Penyakit sang Macan cukup sampai sanakah? Tentu tidak. Masih banyak penyakit lainnya yang seolah terus menggerogoti, sehingga harapan untuk sembuh seolah tak ada.
Lalu Solusinya apa?

Entahlah saya juga bingung, tapi yang jelas menurut saya solusi terbaik yang bisa membuat Indonesia bisa kembali menjadi macan yang disegani dunia adalah Indonesia butuh Generasi Muda “GENERASI MUDA YANG TIDAK HANYA MEMIKIRKAN UANG DAN DIRINYA SENDIRI, INDONESIA BUTUH KITA UNTUK BERUBAH, INDONESIA BUTUH ANAK MUDA YANG BERANI MENGATAKAN TIDAK PADA POLA PENDIDIKAN YANG TAK SESUAI, ANAK MUDA YANG BERANI BERKATA TIDAK PADA PENYALAH GUNAAN ANGGARAN YANG TAK SEMESTINYA, ANAK MUDA YANG BERANI BERKATA TIDAK PADA PERAKTIK PUNGLI SEMUA UNSUR NEGERI INI”

Yang terahir.

ANAK MUDA YANG MAU IKUT AMBIL BAGIAN DALAM SETIAP UPAYA MEMBANGUNN NEGERI INI SEKECIL APAPUN UPAYA ITU.
*Sumber Gambar: kaskus

Comments

  1. Nice post, saya tertarik dengan tema yang Anda angkat. Btw, alamat email kakak apa? Ada sesuatu yg ingin saya bicarakan. Trims.

    ReplyDelete
    Replies
    1. andriawanabdi4@gmail.com maafkan baru bales, soalnya jarang buka blog. Hehe

      Delete
    2. andriawanabdi4@gmail.com maafkan baru bales, soalnya jarang buka blog. Hehe

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Arti Sebuah Ijasah

14 Maret 2016 ijazah ditanda ta n gani oleh R ektor Univers i tas Bakrie yang berarti bahwa saya telah resmi menyandang gelar S.M,. 29 September 2016 saya baru mengambil ijazah di Universitas Bakrie. Lalu kenapa baru di ambil? Prinsip yang saya coba tanamkan dalam diri saya adalah Pendidikan, gelar, kekayaan, garis keturunan keluarga, gaya hidup atau sejenisnya bukanlah hal yang pantas yang bisa dijadikan oleh seseorang untuk menyatakan diri lebih baik atau lebih tinggi dibandingkan orang lain. Saya masih yakin bahwa di dunia kita hanya perlu menjalankan peran yang diberikan oleh Allah kepada kita sebagai Abdi(u)llah dan Khalifah*. Perkara kedudukan dalam sebuah tatanan masyarakat atau organisasi, seperti pemimpin, ketua, koordinator atau yang lainnya kita hanya perlu menjalankan semuanya dengan tetap berpegang pada prinsip dasar peran kita di dunia. Tanpa harus menjatuhkan, menyalahkan, atau merendahkan kedudukan lainnya karena pada dasarnya kedudukan kita sama. Jad...

Aku, Mimpi-mimpiku dan Dunia Harapanku

sumber foto: https://jadihafal.wordpress.com Dunia Harapanku kembali terlihat ditengah perjalananku menapaki ruangan kosong yang seolah tak berujung. Dia begitu dekat persis dihadapanku, mungkin cukup hanya satu hingga dua langkah pasti saja dia dapat ku raih. Namun ketika langkah pertama telah menapaki lantai kasarnya, aku kembali tersadar bahwa Dunia Harapanku berada diseberang kaca tebal yang diapit oleh tembok yang begitu kuat. Tembok yang tersusun kokoh dengan aneka bahan penyusunyang saling menguatkan. Mulai dari tumpukan Mimpi-mimpiku, susunan harapan dari orang-orang sekitarku, hingga dosa-dosaku yang seolah menjadi penguat bagi susunan tembok tersebut. Ruang ini mungkin terlalu luas untuk saya arungi, bukan labirin yang berderet yang memiliki pintu-pintu tak pasti. Tapi ruang kosong yang begitu luas sehingga batasnyapun tak terlihat. Aku berada tepat disamping tembok salah satu sisinya, yang memanjang begitu panjang dikiri dan kananku yang ujungnyapun tak terlihat...