Yogyakarta adalah sebuah kota yang menjadi
tempat ribuan mahasiswa yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia untuk
berjuang demi masa depan. Di Kota yang bikin nyaman setiap orang yang berkunjung,
saat ini terdapat sEkitar
20 orang mahasiswa yang berasal dari Dusun Bagek Kedok, sebuah dusun yang
terletak di sudut timur Lombok.
Mereka lagi berjuang menuntut ilmu, berjuang
untuk masa depan mereka, dan seharusnya berjuang untuk masa depan Dusun mereka.
Ya.. Dusun, tingkatan terkecil dari sebuah
struktur negara setelah RT (Rukun Tetangga) di Lombok, bukan Desa, Kecamatan atau
Kabupaten, apalagi Provinsi atau Negara.
Jumlah ini tentu akan bertambah jika kita
hitung dengan mahasiswa di luar Yogyakarta, sebut saja yang di Mataram, atau
daerah lain dan tentunya saya sendiri J. Jumlah ini menunjukkan bahwa minimal 4 tahun dari
sekarang akan ada puluhan sarjana baru yang mempunyai setatus sebagai pemuda Bagek Kedok.
Jadi saya dan mereka seharusnya adalah aset
bagi Bagek Kedok, aset yang bisa dimanfaatkan untuk membangun Bagek Kedok, yang
pada akhirnya akan berdampak pada Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga
Negara Indonesia. (yuk mulai dari kecil).
Tetapi tentu akan banyak pertanyaan yang akan
timbul jika kita berbicara tentang mahasiswa
(paling tidak setelah jadi sarjana) sebagai aset untuk pembangunan Bagek Kedok.
Misalnya:
1. Seberapa besar aset itu bisa
dimanfaatkan oleh pemimpin di struktur terkecil dari sebuah negara Dusun? Atau Desa?
2. Seberapa
besar aset itu bisa bermanfaat untuk Dusun mereka sendiri.
Melihat pertanyaan dua diatas saya punya dua
jawaban yang tentunya sesuai dengan kapasitas saya saat ini.
1. Berbicara
aset dan pemimpin dalam sebuah dusun mungkin analogi yang bisa saya ajukan
adalah perusahaan.
Mari kita anggab perusahaan adalah
dusun, jika di dalam perusahaan terdapat karyawan yang menurut
saya merupakan aset atau sumber daya paling penting bagi perusahaan dibandingkan
sumber daya lain.
(karena maksimal atau tidak aset
atau sumber daya lain yang ada dalam sebuah perusahaan tergantung pada kualitas karyawan yang
mengaturnya)
Maka di dusun ada masyarakat yang
merupakan aset paling berharga bagi kemajuan sebuah dusun.
(perkara aset lain, seperti potensi alam dan sejenisnya
penting sih.. tapi yaa
itu tergantung kualitas masyarakat yang mengelolanya. Toh sumber daya lain bisa
kita datangkan dari daerah lain)
Sekarang mari kita kembali pada
analogi perusahaan dan dusun. Jika dalam sebuah perusahaan pemimpin atau
jajaran direksi adalah pemain paling penting dalam kemajuan sebuah perusahaan maka dalam sebuah dusun pemimpin
dan orang-orang yang di belakangnya adalah pemain paling penting dalam
kemajuan sebuah dusun. Nah kesimpulannya adalah saat ini apakah Bagek Kedok
sudah punya pemimpin atau orang-orang dibelakang pemimpin yang punya kualitas
untuk itu? Mungkin jawabannya belum.
(Silahkan dicek coretan ngasal saya
di tulisan berikut Membangun Negara dari Desa yang berbicara tentang membangun negara dari
desa untuk mendapat gambaran tentang kondisi Bagek Kedok sekarang dan dusun
lainnya).
Lalu bagaimana solusinya? Mari kita jawab no 1 dulu.
2. Masih
tentang analogi perusahaan dan dusun, karyawan dan masyarakat. Di perusahaan aset
paling penting adalah karyawan, yang artinya bahwa kualitas karyawan jadi
faktor yang paling utama untuk kemajuan sebuah perusahaan. Tetapi terlepas dari
semua itu ada faktor lain yang terkadang
menjadi masalah bagi perusahaan yaitu loyalitas atau tingkat kesetiaan karyawan terhadap sebuah perusahaan. Untuk
menciptakan kondisi seperti ini tidak jarang perusahaan
harus mengeluarkan banyak dana demi terciptanya hubungan yang baik antara
perusahaan dan karyawan. (Kalo bahasa kerenya dalam teori sih namanya Employe
Engagement).
Lalu kenapa kesetiaan ini begitu penting bagi perusahaan
? jawabanya simpel, untuk apa kualitas karyawan bagus jika dia hanya bekerja satu dua tahun di perusahaan?
Tentu kita semua tahu jawabannya.
(Lagian yang namanya menjalin
hubungan harus setia dong.. eaaa)
Lalu bagaimana dengan dusun? Yap jika
kita sepakat bahwa masyarakat jadi faktor paling penting maka kesetiaan
masyarakat pada dusunnya
adalah point penting yang harus dimiliki oleh masyarakat.
Lalu bagaimana dengan kondisi di
Bagek Kedok? Yah inilah yang menjadi keresahan utama saya saat berada di
kampung ter-CINTA saya selama 6 bulan terakhir. Sebuah kondisi ketika 40 persen di isi
oleh orang tua dengan umur 35 tahun ke atas, sisanya 50 persen diisi oleh
remaja dan anak-anak 17 tahun ke-bawah (yang hampir 50 persen kondisi
remajanya juga cukup mengkhawatirkan). Sisanya 7 persen adalah pemuda dengan umur 18-30an yang maaf dari segi pendidikan belum
tinggi, dan 2 persennya
adalah sarjana.
Lalu sarjana yang di atas saya
kemana?
Ya mereka melanjutkan hidup dan
menggapai masa depan di daerah orang, di kota besar. Apa tindakan mereka salah?
Tentu tidak, mereka benar, sangat
benar.
Apa itu menunjukkan mereka tidak setia ama dusun
mereka?
Saya rasa tidak.
Saya yakin kalo disuruh memilih antara hidup di dusun atau di
kota besar mereka akan memilih tinggal di dusun.
Tapi kondisi yang membuat mereka seperti itu.
Jadi apa masalahnya?
Masalahnya adalah apakah pola ini akan terus
terjadi, ketika orang-orang berkualitas di dusun harus keluar dan hanya mereka
yang sudah tua yang
tinggal di dusun.
Jika ini terjadi maka DUSUN saya saat ini akan
tetap jadi DUSUN yang begitu-begitu saja. Jika ini tetap terjadi maka Kota besar akan
menjadi Kota besar yang pada ujungnya akan menimbulkan masalah sosial
tersendiri di kota besar, Mataram akan Jadi Jakarta kota yang penduduknya
terpaksa tinggal di sini karena alasan ekonomi, kota yang
ketimpangan sosialnya begitu besar, kota yang jika kita nengok jumlah orang
miskin dan kondisi orang miskin disini sangat menyayat hati.
Jika ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan
pembangunan di Indonesia hanya akan terfokus di kota besar dan akan menimbulkan ketimpangan
sosial.
Solusinya adalah.
- Dusun butuh pemimpin yang mampu menggerakan dan menjaga aset masyarakat khususnya aset-aset yang berkualitas (Mahasiswa dan Sarjana)
- Solusinya juga ada di kita Mahasiswa (kan katanya agen perubahan). Harus ada tindakan nyata, program nyata, yang mampu membuat pola baru yang mampu mengubah pola sekarang. Kita tidak perlu mengharapkan senior kita yang sudah sukses di kota besar, tapi yang perlu kita lakukan adalah membuat konsep pengembangan dusun yang terintegrasi dengan pemimpin dusun, sehingga pada perjalanan itu kita akan sampai pada sebuah tujuan yang mana program kita itu bisa menghasilkan bagi kita (ekonomi), kemajuan buat dusun, dan menciptakan lapangan kerja bagi generasi dibawah kita.(Senior yang udah kerja mungkin cukup dengan mengirim sebagian kecil uang gaji untuk membiayai program yang ada.. hahaha)
- Pada akhirnya harus ada sinergi antara masyarakat khusus pemuda lebih khusus lagi mahasiswa dan sarjana dengan pemimpin di dusun.
Lewat catatan ngasal saya ini
saya juga ingin mengajak
para mahasiswa Bagek Kedok untuk:
AYO KITA YANG MULAI, KAERNA KITALAH ASET
BUAT BAGEK KEDOK JIKA BUKAN
KITA SIAPA LAGI. SELAIN ITU SAAT INI KITALAH YANG BELUM PUNYA TANGGUNGAN (BELUM
PUNYA ANAK DAN ISTRI). STIDAKNYA AYO
KITA COBA SAMPAI UMUR 26.
Jika tertarik dengan catatan ngasal saya ini Boleh
kontak saya di 087786660671 .. yuk kita sama-sama buat konsep pengembangan
dusun demi Indonesia yang lebih baik.
semangat guru, good job (Y)
ReplyDeleteThanks guru... :)
Delete